<>

03 October 2021

Do'a Bulan Oktober

 Ya Allah... padamu Aku berlindung.

Aku lemah...

Aku lemah...

Aku lemah.. Ya Rabb.. Ya Rabbana...

Sementara, engkau Maha Kuat...

Maha Pemberi Perlindungan....

Tiada Daya Kecuali Dengan Pertolonganmu Ya Allah....

Di era modern ini, banyak hal yg sudah kucoba...

Berbagai paham sdh kupelajari...

Liberalisme, Sekularisme... dan isme.. isme lainnya ya Rabb....

Pendidikan SD-SMA hingga S1 yg sedang jalan ini...

Tidak membentuk Akhlak sebagaimana yg Kau Perintahkan Ya Rabb

Hamba tidak ingin menyalahkan siapapun...

Sistem Pendidikan kah, Orang terdekat dan tersayang kah ataupun yang lainnya....

Hamba hanya menyalahkan satu...

Yakni diri hamba Sendiri Ya Rabb...

Yang penuh dengan Kemaksiatan...

Yang penuh dengan Dosa...

Yang penuh dengan Kebohongan dan Tipu Daya...

Di detik ini ya Rabb..

Hamba mu memohon...

Untuk kau limpahkan rahmat, kasih sayang, serta karuniamu....

Hindarkanlah hamba dari musibah dan bencana yang besar Ya Rabb... Yang Hamba Tak Mampu Untuk Memikulnya...

Ringankanlah pundak Hamba Mu ya Rabb... Untuk Senantiasa Beribadah kepadaMu....

Menjalankan pundi-pundi syariat Mu.....

Berbakti pada orang tua.... Saudara Kandung.. baik kakak ataupun Adik... orang-orang fakir dan miskin.... yatim piatu... dan Yang Lainnya... ]

Jangan jadikan Dunia sebagai satu-satunya Jalan bagi Hamba Mendapat Kebahagiaan Ya Rabb

Karena Materialisme tersebut Terbukti Tidak Ampuh untuk Hamba Bisa Bahagia lahir batin ya Rabb,,,

Robbana atina fiddunya hasanah... wa fil aaakhirati hasanah.... wa qina adzabannar

Robbigfirli wali walidayya warham huma kama robbayani saghiro

Allahuma inni a'udzu bika min 'adzabil qobri wa min 'adzabinnar wamin fitnatilmahya wal mamat wamin fitnati massihuddajjal


05 September 2021

The Story of My Mental Health and My Islamic Perspective towards This Case

Preambule

Banyak orang yang menganggap bahwa uang yang banyak dan kedudukan yang tinggi (money and power) adalah satu-satunya sumber kebahagiaan. Mereka menganggap bahwa kedua aspek tersebut akan membawa kehidupannya ke arah yang lebih baik, membawa ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan juga kepercayaan diri yang lebih sehingga merasa dirinya tersebut lebih superior jika dibandingkan yang lainnya. Namun, apakah hal tersebut benar adanya? Lantas, apakah orang yang dalam tujuan hidupnya bukanlah kedua aspek tersebut semaga-mata yang dicari, tidak bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik sebagaimana disebutkan diatas? Disini saya coba menguraikan perspektif saya yang didasarkan pada pengalaman hidup yang pernah saya lampaui. Perspektif tentang hakikat kebahagiaan sejati dan bagaimana Islam sebagai sebuah agama mempunyai komponen pelengkap untuk pengikutnya agar mendapatkan source of happiness yang sesungguhnya.

The Story Began

Berawal di hari itu, awal tahun 2019, periode dimana saya mempunyai motivasi yang sangat tinggi untuk menjadi seorang yang sukses material. Sebagai mahasiswa tentunya, salah satu contoh kesuksesan material adalah dengan menjadi mahasiswa yang terbaik di kampusnya, dengan mengikuti lomba misalnya yang kelak akan mengantarkan menjadi seorang mahasiswa berprestasi yang dipandang sebagai sosok terpilih di kampus. Walaupun masih sedikit prestasi yang didapat, namun saya optimis untuk mendapatkan gelar tersebut, ditambah dengan motivasi agar dapat mengikuti student exchange ke luar negeri dengan beasiswa dari universitas. Berbagai proses saya lalui, memenangkan lomba tingkat fakultas, regional, menjadi finalis di tingkat nasional, hingga juara di tingkat Internasional. Hingga pada akhirnya, di pertengahan tahun 2019, saya ditawarkan oleh fakultas untuk mengikuti student exchange di luar negeri selama 1 semester (6 bulan). Dari situ, saya mengurus segala administrasi agar dapat diterima dengan baik di univ. tujuan. Alhasil, singkat cerita dengan berbagai dinamika selama mengurus tersebut, mulai dari visa, pasport, hingga drama yang lainnya, saya berhasil mengurusnya dan terbang ke luar negeri, tempat saya menimba ilmu 1 semester. Namun, sesampainya disana ternyata ada peristiwa yang tidak pernah saya sangka, yakni hasil tes kesehatan yang menyatakan bahwa saya tidak memenuhi untuk menjadi pelajar disana. Hal tersebut membawa dampak psikologis yang besar bagi saya karena disisi lain saya sudah terlanjut berpamitan ke saudara, teman, dan keluarga besar dan juga saya mempunyai satu komitmen dengan seseorang jika saya akan menimba ilmu dengan baik untuk nantinya menjadi seorang yang sukses, terpelajar, dan nantinya akan bertemu lagi dengannya nantinya. 

Itulah mengapa di postingan sebelumnya, saya menyebutkan, "peristiwa itu dengan berbagai dinamikanya membawa dampak psikologis dan sosiologis yang besar bagi saya hingga sekarang masih dalam tahap recovery (pemulihan)". Dinamika tersebut adalah salah satunya tentang kegagalan saya dalam proses komitmen tersebut dan ketidakbisaan saya dalam mengkomunikasikan keadaan aktual yang terjadi. Hingga kini, saya masih ragu dan bimbang serta mencari jawaban supaya, "gimana ya cara bilangnya klo aku punya masalah A dan apakah aku sendiri siap untuk menerima jawaban yg sebenar-benarnya". Ketika perjalanan pulang dan kembali ke Indonesia saya mencoba untuk menghilangkan sedalam-dalamnya keraguan dan kebimbangan tersebut dan mencoba berpikir agar waktu kelak yang menjawabnya. Setibanya di Indonesia, saya tetap beraktivitas seperti biasa, mengurus administrasi kelas reguler, mencoba mendaftar lomba mawapres fakultas, dll. Saya berpikir segalanya akan kembali normal, dan hubungan saya dengan seseorang tadi akan terjawab dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Namun tidak semudah itu ternyata, dengan beban psikologis tadi menjadikan diri saya banyak mendapat bisikan gaib, seolah-olah semua orang sedang membicarakan keburukan dan aib saya bahkan saya merasa semua orang membenci saya, baik orang dalam organisasi yang saya ikuti, orang dalam kelas perkuliahan yang saya ada didalamnya, hingga setiap orang yang saya jumpai. Hal tersebut berlangsung lama, kira-kira 1 tahun atau lebih, terhitung sejak bulan September 2019 hingga Februari 2021. Saya bertindak seperti orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, bisa dikatakan sebagai orang yang "abnormal" atau dalam bahasa psikologis sekarang populer dengan istilah ODGJ, atau kasarannya dikatakan "orang gila". Ya, dapat diakui demikian, karena logikanya seseorang dengan beban psikologis yang tinggi namun belum mendapat tempat curhat yang baik (meskipun sudah dibawa ke psikiater, namun jika tidak mengatakan yang sejujurnya, ya tetap saja). Beberapa contoh tindakan abnormal itu lebih persisnya terjadi di sekitar Januari-Maret 2020, misalnya, saya mengirimi WA begitu saja ke dosen-dosen tentang postingan salah satu univ. terkemuka di Amerika Serikat tanpa ada sebab jelas yang dimaksud, menanyakan kabar ke teman lewat WA tanpa melanjutkan perbincangannya, dan itu dilakukan secara manual broadccast, jadi bisa dibayangkan saya mengetik dengan cepat ke beberapa teman saya (10-15 orang) menanyakan seperti, "Assalamualaikum, bagaimana kabarnya", tanpa melanjutkan chat tersebut. Hal tersebut saya lakukan diluar kesadaran saya bahkan disaat saya mengetik kalimat ini sekarang saya terpikir-pikir, "kok bisa ya saya kyk gitu", bahkan di beberapa momen, hal tersebut masih terbayang-bayang di kepala saya, kalau dikatakan mengganggu banget sih sebenarnya tidak karena frekuensi terjadinya jarang, hanya saja kalau dikatakan masih menjadi beban psikologis hingga sekarang, itu benar adanya. Tidak jarang pula saya menanggapinya dengan reaksi spontan yang negatif seperti, "anj**g kok bisa gitu sih", "*ja***k kok bisa aku gitu sih", "go***k banget aku", dll. Instead of istighfar, saya malah mengatakan demikian, berbeda jauh banget ya dengan kepribadian yang dulu sebagaimana yang saya tulis lewat blog sebelumnya, "berbanding terbalik 180 derajat dari pribadi saat SMA". Selain tingkah aneh saya mengirim WA ke teman dan dosen tadi, saya juga dm ke ig orang yang saya tidak kenal dekat dan juga orang yang bahkan tidak saya kenal, lucu yaa!. Karena itu tadi, sekali lagi, saya masih membawa beban psikologis/kesehatan mental masih terganggu. Kalau dalam perspektif Islam yang saya ketahui, mungkin bisa diistilahkan, "terkena gangguan jin". Ya, memang benar demikian, saya pun juga merasa selain bisikan-bisikan aneh, merasa seakan-akan semua orang membenci saya, saya pun sejujurnya juga pernah mengalami dalam 2-3 kali seperti ada yang melempar-lempar bebatuan dari atap, berbunyi keras, "glodak-glodak" bertubi-tubi, kemudian juga ketika berada di sekre tempat saya berorganisasi, saya merasa seperti ada tukang bangunan yang bersuara sangat keras dari lantai atas yang sedang membicarakan keburukan saya, padahal mustahil terdengar suara yang sangat keras dari lantai 2 dengan posisi saya di laintai 1, agak horor memang, namun seperti itulah yang saya benar-benar rasakan. Selain itu, ketika camp organisasi, saya pun merasa demikian, seolah-olah ada yang melempar bebatuan ke tenda di tengah" malam, juga saya merasakan didalam tenda ketika bangun akibat suara lemparan tersebut, bisikan" yang ramai seperti sekelompok anak laki yang sedang ada di warkop dan kesemuanya membicarakan tentang saya, padahal itu tengah malam jam set 2, hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk tidur kembali daripada mengecek apakah memang benar ada seseorang diluar. Mungkin jika saya ceritakan semuanya, akan cukup banyak memakan tempat di postingan blog kali ini. Tapi sekali lagi, itu semua tidak saya karang-karang, boleh percaya atau tidak, namun disini yang saya tekankan ialah saya hanya ingin menuangkan apa yang ada dalam hati dan pikiran sesuai dengan pengalaman yang saya alami yang syukur2 dari tulisan ini bisa memberi manfaat dan pelajaran bagi orang yang sedanh atau telah mengalami kasus serupa, Aamiin.

Oke, saya lanjut, hingga pada akhirnya di pertengahan-akhir 2020 keluarga saya mengantarkan ke psikiater hingga mendatangkan 3 ustadz untuk mengobati apa yang saya alami. Usaha keluarga saya tersebut perlahan membawa kepada perubahan yang positif ditandai dengan kegiatan-kegiatan yang saya lakukan seperti, saya berusaha meningkatkan prestasi kumulatif, bersikap lebih santai, berolahraga dengan berjemur dan jogging, mengikuti studi ekspor, everyday abs workout, dan juga makan terlalu banyak hingga gemuk saat ini, namun khusus yang workout itu jarang banget yaaa karena magerrrr, hehe. 

Lesson learned

Dari rangkaian persitiwa itu, ada satu moment dimana saya mencari jawaban spesifik terkait nama dari gangguan kesehatan mental yang saya alami, dan diantara banyak yang saya lihat, yang paling cocok adalah bipolar disorder. Jika boleh saya artikan berdasarkan referensi yang saya dapat tersebut, bipolar disorder adalah gangguan kesehatan mental yang dialami seseorang akibat trauma yang pernah dialami di masa lalu dengan beberapa ciri-ciri yang dialami penderita, jika menurut marshanda ialah diantaranya seperti seakan-akan semua orang membicarakan keburukan hingga bahkan membenci dirinya (bisa di cek di youtube tentang Marshanda bicara mengenai bipolar). Namun yang perlu ditekankan menurut marshanda ialah orang dengan ciri tersebut baiknya tidak kemudian secara mentah-mentah menjustifikasi dirinya adalah penderita bipolar karena jika demikian orang akan dengan mudah untuk gagal move on dan mencoba sembuh karena menganggap, "ah ini gue bipolar sudah dari sononya". Padahal menurut masrshanda, orang yang mengidap bipolar itu bukan berarti permanen atau tidak bisa sembuh begitu saja, namun bisa dilakukan terapi dengan terus mengatakan kata-kata berikut ketika trauma masa lalu terngiang-ngiang di kepala, "ah masa iya sih gue bipolar", "apa iya gue bipolar", "ah ini cuma anggapan gue sebetulnya nggk gini, gue bisa melawannya kok". Dan cara tersebut terbukti efektif setelah saya coba. Ketika saya sedang berada dalam satu event yang melibatkan diri saya berdiskusi dengan orang lain kemudian muncul bisikan-bisikan negatif, trauma masa lalu yang terngiang di kepala, maka dengan cara marshanda tadi perlahan-lahan bisikan dan trauma tadi menghilang dengan sendirinya dan saya tetap bisa keep going on dengan aktivitas yang dijalani. Berbeda dengan yang pernah saya alami selama 1 tahun dulu, ketika bisikan dan trauma itu datang, saya sangat down dan tetiba mengangis dengan sendirinya. Alhamdulillah, sekali lagi, Allah memberikan solusinya. Dari sini, mugkin pembaca sekalian bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa sesungguhnya segala yang kita anggap buruk sedang menimpa kita saat ini, janganlah kita menganggap bahwa hal tersebut tidak ada solusinya, ingatlah teman pencipta kita memberikan segala sesuatunya komplit dan ada pasangannya, sehingga seberat apapun cobaan yang kita alami, percayalah pasti ada solusinya, karena begitulah hakikat dunia, so be optimistic. 

How Islam Give The Solution

Saya bukanlah seorang yang alim, hafal qur'an banyak, ahli sholat, dan lainnya. Namun, hanya ingin memberikan sudut pandang saya yang terbatas ini berdasarkan referensi yang saya dapat terkait Islam sebagai solusi mental health dan insyaAllah melalui tulisan ini, saya merefleksi diri saya sendiri, karena salah satu cara pencerminan diri adalah dengan mengaktualisasikan pikiran kita melalui sebuah bentuk tulisan yang dibuat dengan sepenuh hati, atau bisa dikatakan spontan, yaa namanya spontan tentu reflek, dan reflek ada kaitannya dengan refleksi, kurang lebih begitu ya hehe, dan doakan saya menjadikan pribadi lebih baik kedepannya ya Aamiin. 

Oke, Islam memberikan solusi ketenangan hati melalui tuntunan syariat yang diberikan kepada pemeluknya. Menurut saya, tuntunan itu dirangkum para ahli hadits kedalam rukun Islam dan rukun Iman yang dapat diuraikan kepada syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji (bagi yang mampu), serta iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada rasul-rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar (nasib dan takdir). Back to elementary school subject that is basic religion!. Tuntunan syariat tersebut menjadi sebuah keharusan untuk diimplementasikan oleh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-harinya agar tetap berada pada jalan yang lurus dan diridhainya. Dengan syahadat, berarti kita mengakui dan mengimani bahwa hanya Allah lah yang berhak disembah dan Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul Allah yang terakhir dan kelak kita berharap mendapatkan syafaatnya. Kemudian, shalat yang dalam setiap bacaannya mengandung makna yang dalam tentang filosofi kehidupan, seperti bacaan takbiratul ikhram yang diantaranya berartikan, "sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan atau dalam keadaan tunduk, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukannya". Setiap kata yang ada pada kalimat tersebut bermakna mendalam, tentunya kita harus membaca tafsirannya lebih lanjut oleh para alim dan guru-guru kita yaa (disini bukan kapasitas yang besar bagi saya untuk memberikan pemahaman makna). Hal tersebut menandakan bahwa Mahakarya Allah SWT sungguh luar biasa dan dengan mengamalkannya saja akan mendatangkan manfaat yang dahsyat pula bagi kehidupan. Karena Allah sang pencipta tidak pernah menciptakan segala sesuatunya cacat, pasti ada sebab akibat diciptakannya dan pasti ada solusi (komplementernya). Ketika seseorang mengalami tekanan yang besar dalam hidup, maka Allah menyediakan peredam yang besar pula untuknya. Seperti dalam potongan takbiratul ikhram tadi, ada kata patuh, tunduk, dan tidak menyekutukan. Apabila kita patuh dan tunduk terhadap aturan yang diberikan Allah serta tidak menyembah selain kepada Allah (tidak menyembah materi berupa harta, tahta, pasangan hidup), maka tatkala dikemudian hari kita merasa mendapat tekanan hidup yang besar, kita kemudian merefleksikannya dengan mengukur aspek-aspek seperti kepatuhan, ketundukan, dan ketauhidan kita kepadaNYA, apakah sudah tinggi ataukah belum. Jika aspek-aspek tersebut masih rendah, maka kita akan selalu merasa tidak cukup (tidak pernah bersyukur), sehingga mendapatkan tekanan hidup yang besar, begitupun sebaliknya jika aspek-aspek tereebut sudah tinggi, maka kita akan selalu merasa cukup (mensyukuri setiap nikmatnya), sehingga berdampak pada tekanan hidup yang rendah dan dampaknya dalam jangka panjang hati dan pikiran akan selalu tenang, karena yakin bahwa kehidupan di dunia ini hanya fana, setiap amal perbuatan pasti dipertanggungjawaban, semuanya akan menjadi bekal untuk pulang kembali kepada sang pencipta, Allah SWT. Jika berbuat baik lebih dominan akan mendapat surga yang luasnya seluas langit dan bumi, pun demikian jika berbuat buruknya lebih dominan maka mendapat neraka yang panasnya tidak pernah terbayangkan.

NB: hanya beberapa rukun seperti syahadat dan shalat saja sudah demikian dahsyat manfaatnya, belum lagi dengan yang lain dan juga dengan memperdalam tafsir Al Qur'an dan Hadits, subhanallah walhamdulillah wa laa ilaa haa illallah wallahuakbar.

Wallahua'lam bishawab.

11 August 2021

REFLEKSI 3 TAHUN PERKULIAHAN DAN HUKUM METAFISIKA (AKSI-REAKSI)

         Tidak terasa, sudah 6 semester mengenyam bangku perkuliahan. Suka dan duka, telah dirasakan. Asam, pahit, manis, kehidupan di masa ini sungguh challenging. Awalnya mengira bahwa perkuliahan adalah satu-satunya pintu menuju kesuksesan. Tempat diri ditempa, menjadi individu yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat. Akan tetapi, setelah diri ini merefleksikannya, hal tersebut memanglah klise. Tidak semua orang bisa merasakan exposure yang sama. Kualitas diri seseorang ditentukan dari beberapa faktor, seperti pengalaman hidup, latar belakang keluarga, serta lingkungan tempat dia tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor tersebut nantinya akan membawa seseorang untuk bergaul (berteman) dengan siapa dan juga mencari pendamping hidup yang sesuai dengan kriterianya. Atau secara garis besar, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor tersebut menentukan tujuan dan prinsip hidup yang dimiliki seseorang. Saya pribadi merefleksikan hal tersebut dan benar-benar terjadi terhadap diri saya. Sebagai contoh, ketika SMA, saya sangat kental dengan nuansa kajian Al-Youtubiyah dari berbagai da'i online yang eksis seperti Al Mukarram Ustadz Khalid Basalamah, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Syafiq Riza Basalamah, dan masih banyak lagi. Di sisi lain, saya juga senang menyimak kisah biografi tokoh besar seperti melalui kanal youtube Satu Indonesia, Kick Andy, Hitam Putih, dan masih banyak lagi. Tentunya, itu semua dalam rangka proses pencarian jati diri, yang sebenarnya masih berlangsung hingga sekarang, namun saat ini atmosfernya berbeda sehingga objek yang ditonton juga berbeda. Hal-hal tersebut membawa saya menjadi pribadi yang inklusif namun tetap open-minded. Saya sangat berhati-hati dalam memilih teman, bahkan prosentasenya bisa 2/36. Disisi lain, saya tidak semata-mata menjadi pribadi yang tertutup dan tidak pandai bergaul, bersosialisasi, serta tidak aktif di kelas begitu saja. Namun justru, hal tersebut menjadi stimulus bagi mental dan karakter saya untuk terus tumbuh dan berkembang mencapai tujuan dengan tetap memegang prinsip yang saya yakini kebenarannya, saya tetap aktif berorganisasi di OSIS dan Pramuka, menjadi duta SMA, serta memegang "gelar" 3 besar terbaik di kelas selama 3 tahun berturut-turut hingga pada akhirnya mendapat ranking ke-3 paralel terbaik IPA se-sekolah, perlu ditekankan disini ialah, tentunya pencapaian seseorang berbeda-beda, dikarenakan tujuan dan prinsip hidupnya pun juga tidak sama. Saya pribadi, mempunyai tujuan dan prinsip hidup yang hingga kini tetap coba saya pegang. Prinsip tersebut erat kaitannya dengan nilai-nilai keislaman, yakni menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang di sekitar, sebagaimana pada hadits, khairunnas 'anfauhum linnas, yang artinya, "sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain." Adapun dalam hal tujuan hidup saya ialah berpegang pada salah satu ayat dalam Surat Al Baqarah, yakni ayat 30, waidzqoola rabbuka lil malaa 'ikati inni jaa'ilunfiilardzi kholifah, qoolu 'atajalufiiha maayyufsidufiiha wayasfikuddimaa'a wa nah nusabbihubihamdikawanuqoddisulak, qoola 'inni a'la mu maa laa ta'lamuun, yang isi dari kandungan tersebut yang saya pahami ialah mengenai tujuan Allah menciptakan manusia yakni sebagai khalifatullah fiil 'ard, yakni pemakmur bumi. Tujuan dan prinsip hidup yang berasal dari sumber hukum Islam itulah yang juga mengantarkan saya dalam memilih jurusan perkuliahan.

        Namun, sebagaimana pepatah mengatakan, just like seasons, people change. Sama halnya dengan musim, manusia berubah. Ada 1 faktor dalam klaster kehidupan manusia yang tidak bisa diprediksi, dan faktor tersebut dapat membuat perubahan yang besar bagi kehidupannya. Faktor tersebut ialah the hand of Almighty God. Manusia bisa berencana sesuai yang dia mau, akan tetapi tetaplah Allah yang berkehendak (menentukan). Hal tersebut saya alami ketika semester 3 perkuliahan. Titik dimana saat saya merasa sudah mendapatkan semua yang telah direncanakan, dan ingin rasanya untuk melesat lebih jauh dengan capaian itu, namun Allah berkata lain, bahwa itu tidak pantas/baik untuk saya, dan saya tidak pantas/baik untuknya. Peristiwa itu, dengan berbagai kompleksitasnya, mempengaruhi aspek psikis maupun sosiologis saya, dan hingga saat ini masih dalam tahap recovery (pemulihan), apabila saya ceritakan disini, mungkin akan panjang, insyaAllah akan saya bahas nantinya di waktu yang tepat. Singkatnya, peristiwa/kejadian/momen yang tidak pernah saya duga akan datang tersebut, mampu merubah pola, hingga tujuan dan prinsip hidup yang sudah lama saya pegang. Bahkan, saat ini saya merasa, sedang menjalani hidup 180 derajat (berbanding terbalik) dengan masa ketika SMA. Peristiwa tersebut, mengingatkan saya dengan ilmu metafisika, yakni Hukum ke-3 Newton, F aksi = -F reaksi (F><-F). Hukum itu berbunyi, "Gaya aksi dan reaksi dari dua benda memiliki besar yang sama, dengan arah terbalik, dan segaris. Artinya jika ada benda A yang memberi gaya sebesar F pada benda B, maka benda B akan memberi gaya sebesar –F kepada benda A. F dan –F memiliki besar yang sama namun arahnya berbeda. Hukum ini juga terkenal sebagai hukum aksi-reaksi, dengan F disebut sebagai aksi dan –F adalah reaksinya (F><-F)." Akan tetapi, menurut saya, penafsiran terhadap hukum tersebut dapat berbagai macam, karena tidak jarang juga dijumpai, bukan hanya -F (berlawanan) sebagai reaksinya, namun juga +F (sejalan/setimpal) sebagai reaksinya, yakni F><+F. Contoh aplikasinya dalam aspek kehidupan ialah seperti dalam aspek sosial berikut, berlaku implementasi F><+F, apa yang ditanam, itulah yang dituai. Jika kita berbuat baik, maka timbal baliknya, orang akan berbuat baik ke kita. Adapun implementasi F><-F dalam aspek sejarah dunia, misal, Islam mengalami kejayaan selama 7 abad (abad ke 7-13), dan mengalami kemunduran selama 7 abad (14-20). Menurut Dino Patti Djalal dalam Harian Republika, di abad ke-21 ini, Islam sedang dalam proses transformasi menuju kejayaannya kembali, ditandai dengan kemunculan tokoh-tokoh dengan latar belakang Islam di panggung global, seperti peraih penghargaan Nobel Muhammad Yunus dari Bangladesh dan juga dua orang muslim yang menjadi anggota kongres Amerika Serikat. Hukum ke-3 Newton tersebut bisa kita jadikan alat untuk merefleksikan diri agar menjadi insan yang jauh lebih baik dan bersemangat dari yang sebelumnya, atau dengan kata lain, dalam penerapannya, kita membuang jauh-jauh energi negatif yang dimiliki, dan menyerap lebih banyak energi positif ke dalam diri. Misal, dalam aspek religiusitas, sebagai F aksinya, kita melakukan dosa riba bertahun-tahun lamanya, dampaknya hidup kita menjadi tidak tenang, kemudian kita khilaf, bertaubat kepada Allah, memohon ampunannya, serta membuang jauh-jauh dosa tersebut, tidak mengulanginya lagi, karena takut akan siksa yang kelak didapatkan di yaumul akhir. Lalu, sebagai -F reaksi, kita membalasnya dengan melakukan amal-amal yang mendatangkan pahala berlipat ganda, seperti dengan berbisnis sesuai prinsip syariah, berzakat, berinfaq, serta bersedekah, dengan semata-mata berharap mendapatkan ridha Allah dan juga kemenangan di akhirat kelak. Maka dengan demikian, secara otomatis, ketenangan hidup akan didapatkan.